05 February 2005

Tajuk Bisnis Indonesia: Budaya tak merokok

Tajuk
Sabtu, 05/02/2005


Budaya tak merokok

Berita gembira bagi perokok pasif dan pencinta lingkungan. DPRD DKI Jakarta kemarin mensahkan larangan merokok di tempat umum. Ibu kota tengah memasuki era baru, dengan masyarakat tanpa tembakau.

Peraturan daerah itu adalah bagian dari Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Denda yang dikenakan bagi pelanggar larangan merokok di tempat umum adalah maksimum Rp50 juta atau kurungan enam bulan.

Selain risiko hukumnya, perda itu juga memuat daftar tempat-tempat umum di mana larangan merokok diberlakukan, di antaranya terminal, pelabuhan, bandara, pusat perbelanjaan, pusat pendidikan, perkantoran, tempat ibadah, dan kendaraan umum (darat, laut, udara).

Menyangkut moda darat, ditetapkan bahwa semua jenis bus kota yang beroperasi di Jakarta adalah angkutan bebas rokok. Kendaraan kecil macam bajaj juga terkena larangan itu.

Sanksi superberat juga dikenakan untuk pengelola tempat umum yang tidak menyediakan ruang/tempat khusus untuk perokok. Mereka bisa didenda sampai Rp750 juta!

Perda ini layak diacungi jempol dan pemerintah DKI pantas dihargai karena sikapnya yang tanggap atas masalah rokok ini.

Memang kalau dibandingkan dengan negara-negara maju, perda itu jauh ketinggalan, tetapi lebih baik terlambat daripada tidak ditangani sama sekali, karena rokok telah menimbulkan masalah kesehatan yang serius, bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang di sekitarnya. Dasar perda itu sendiri jelas, yakni UU No.19/2003 tentang kesehatan.

Data pemerintah DKI memperlihatkan bahwa 30% pencemaran udara di Jakarta terjadi di dalam ruangan, karena asap rokok. Sisanya, 70%, merupakan pencemaran udara yang terjadi di luar ruangan.

Dampak negatif rokok terhadap kesehatan manusia memang mengerikan. Bayangkan, konsumsi tembakau membunuh satu orang di seluruh dunia dalam setiap 10 detik! Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan penyakit yang terkait dengan tembakau akan menimbulkan 8,4 juta kematian tiap tahun.

Penyakit-penyakit yang terkait dengan tembakau/rokok adalah infeksi saluran pernapasan, bronkitis, kanker paru, kanker mulut, kanker tenggorokan, kanker lambung, kerusakan pankreas, hati dan ginjal. Rokok juga dapat menimbulkan penyakit pada kandung kemih, mulut rahim dan sumsum tulang.

Bukan hanya itu, perempuan yang merokok berisiko menghadapi tingkat kesuburan yang rendah dan impotensi.

Tetapi bagi para pecandu rokok, apa pun kata orang tentang dampak negatif merokok, mereka seolah tak peduli. Sering terjadi ceckok di bus kota hanya karena ada penumpang yang meminta agar seseorang mematikan rokoknya karena ruangan bus sumpek oleh asap rokok. Hal serupa juga terjadi di kantor-kantor di mana merokok tidak dilarang dengan tegas.

Masalahnya, para perokok merasa mereka punya hak azasi untuk menikmati rokoknya, sementara para perokok pasif-yakni mereka yang tidak merokok tetapi berada di satu ruangan dengan perokok atau berada di dekat perokok-merasa mereka berhak atas udara yang bersih.

Sebelum pemerintah DKI mengeluarkan perda larangan merokok, sebenarnya sudah banyak kantor, terutama swasta, yang menerapkan dengan tegas larangan merokok di seluruh ruangan kerja. Untuk para perokok biasanya diberikan ruangan khusus. Memang sulit membayangkan apa jadinya kalau merokok tidak dilarang di ruangan kerja yang tertutup rapat dan dilengkapi alat pendingin (AC).

Keseriusan pemerintah DKI terhadap larangan merokok ini dapat dilihat dari denda yang sangat besar, yakni Rp50 juta. Hanya saja jumlah ini rasanya tak realistis mengingat mayoritas warga Jakarta adalah kalangan kurang mampu. Boro-boro punya Rp50 juta sekadar untuk bayar denda, untuk makan sehari tiga kali saja masih sulit. Orang jadi khawatir ancaman denda seperti itu malah akan membuat penerapan perda jadi tak efektif dan membuka peluang terjadinya suap/uang damai bagi petugas.

Tetapi marilah kita berpikir positif. Apalagi sosialisasi perda itu berlangsung satu tahun. Artinya ada cukup banyak waktu bagi pemerintah DKI maupun warga untuk melihat sendiri efektivitas penerapannya. Mudah-mudahan nasibnya tak seperti larangan membuang sampah sembarangan, yang tak dipedulikan orang.

Yang jelas, dengan adanya larangan merokok di tempat umum, warga Jakarta didesak untuk hidup sehat, mencintai lingkungan yang bersih, dan menghargai orang lain. Kita berharap masyarakat sadar dan mematuhi perda tersebut dengan sungguh-sungguh. Tokh hasilnya untuk kebaikan diri sendiri.



© Copyright 2001 Bisnis Indonesia. All rights reserved. Reproduction in whole or in part without permission is prohibited.

No comments: