Di tahun tahun menjelang akhir abad ke 18, menjanjikan pada waktu itu masa masa keemasan dan komitmen akan pemudahan kehidupan di masa yang kita sebut modern.
Teknologi akan membuat kerja fisik yang melelahkan sebuah kisah masa lalu.
Kerja manual,buruh anak anak, buruh wanita akan jadi masa lalu saja.
Kerja fisik akan dibantu dengan mesin mesin, otomatisasi menjadi sebuah perbaikan kualitas produksi yang konsisten dan seterusnya.
Kemajuan teknologi kita baca di buku buku, majalah, surat kabar di agungkan, dipuja puji, dan dunia akan hidup bahagia selama lamanya seperti diakhir dongeng Cindelaras (Cinderella kalau kata orang seberang sana).
Fast forward dan inilah thn 2009, bulan Juli, tanggal 6.
Berita minggu lalu sudah agak basi, yang menarik perhatian adalah bahwa ada posting di Facebook dari seorang sobat maya yang mengatakan Charger hape kita terlalu banyak, berjenis jenis charger hape saja untuk mengisi ulang batere.
Agar kita mudah hidupnya dengan bisa berkomunikasi sepanjang hari.
Sementara di sisi dunia lain, ada artikel dari sebuah penelitian terkini, yang mengatakan, Obesitas di Amerika Serikat sudah menjadi epidemi tingkatannya.
Saya sendiri meyakini fenomena yang sama sedang berjangkit di kota kota besar, daerah urban dan sekitarnya.
Ini sebuah puncak gunung es dari kemajuan teknologi yang baru berjalan sekitar 200an tahun. Dampak personal terhadap kita semua acap kali tidak kita sadari baik baik.
Ada banyak puncak gunung es lain dalam bentuk epidemi yang tidak difahami atau di acuhkan oleh kita semua. Bentuknya berbagai penyakit fisik dan kejiwaan menurut saya.
Dampak sosial ekonomis, sosial kejiwaan secara kolektif, dampak budaya yg merasuk kesemua lapisan, pori pori kehidupan berbangsa.
Minggu lalu di pintu sebuah supermarket, pas saya mau mengambil keranjang utk belanja, ada seorang ibu hampir bersamaan juga mau mengambil. Saya berikan keranjang yang sudah saya ambil sambil tersenyum.
Alangkah heran saya, sama sekali tidak ada ucapan terima kasih atau sekedar tersenyum, mukanya asam dan bahasa tubuhnya seolah mengatakan: "Goblok lu".
Saya tidak masalah, yang penting buat saya adalah itikad saya baik dan ya soal kesantuan memang sudah menjadi langka dinegeri yang ramah tamah ini. Mungkin dia sedang mens, atau menghadapi kesulitan hidup yang luar biasa.
Ah tidak adil kalau saya menyama ratakan semua penduduk negeri nyiur melambai.
Fenomena ini sebetulnya lebih banyak saya alami di daerah padat penduduk.
Acap kali dalam hal hal sederhana seperti saya memberi jalan dahulu, membukakan pintu di tempat umum.
Belum pernah sejauh ini saya mendapat sekedar lambaian tangan ungkapan terima kasih atau ucapan terima kasih.
Dan ini terjadi pada segala umur, ras, maupun strata kesejahteraan.
Buat jadi pikiran, apakah semua ini sebuah penyakit yang kita alami secara kolektif? Tepo seliro, memikirkan orang lain, menjadi ladies or gentlemen nampaknya dikota besar sudah menjadi sebuah barang haram.
Lantas apa hubungan dengan revolusi industri? Teknologi?
Semua percepatan percepatan ini kelihatannya memberi dampak yang sama sekali tidak dipikirkan dalam inovasi teknologi.
Contoh soal charger, sampah teknologi yang terjadi akibat inovasi (contoh populer saya: perekam musik: dari piringan hitam ebonit, ke yang vinyl, kemudian pita reel besar terus ke cartridge, kaset, kemudian CD, IPod dan kawan kawannya.
Charger dirumah pernah saya hitung ada sekitar 30 buah utk berbagai gadget.
Pada teman yang posting soal charger di FB saya katakan, masih ingatkan dng pita printer dot-matrix? Setiap printer yg berbeda mempunyai sendiri pita cartridge nya. Sekali waktu saya pernah melihat sebuah katalog dari toko alat tulis, ratusan buah pita pengganti printer dot-matrix yg disediakan.
Revolusi dibidang digital antara lain menjanjikan paperless office, paperless life.. hari ini kita memakai lebih banyak kertas dibanding masa masa sebelum computer dipakai. Tentu jumlah populasi berpengaruh, tapi apakah kita memakai kertas lebih sedikit jika diukur per capita?
Tidak.
Semua ini memberi pengaruh terhadap gaya hidup, kecepatan hidup, dan kesehatan kita akhirnya.
No comments:
Post a Comment